Beranda | Artikel
Fawaid Dari Kajian Shahih Muslim Bersama Syaikh Abdulmuhsin Al Abbad
Minggu, 9 November 2014

  1. Penggunaan kata ‘halaka’ untuk matinya seseorang tidaklah mengandung muatan negatif karena kata tersebut juga digunakan oleh al Quran untuk Nabi Yusuf (QS Ghafir: 34), juga dipakai dalam hadits dalam Shahih Muslim dan digunakan oleh para ulama faraidh ketika menyebutkan kasus-kasus faraidh.
  2. Diantara kekhususan Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam adalah dimakamkan di dalam bangunan, shalat jenazah sendiri-sendiri tanpa berjamaah, ada alas berupa kain di liang kubur beliau. Ada pun selain Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam tidak boleh ada alas di liang kuburnya.
  3. Jash’ di masa silam itu berfungsi untuk menjaga tembok agar tidak rusak karena pengaruh air. Di zaman ini yang semakna dengan ‘jash’ adalah semen.
  4. Imam Abu Hanifah dan Malik mengatakan bahwa shalat jenazah di masjid itu tidak sah dengan dasar hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud

    من صلى على جنازة في المسجد فلا شيء له

    Siapa saja yang shalat jenazah di masjid maka tidak ada sesuatu apapun baginya”.
    Syaikh Abdulmuhsin Al Abbad mengatakan bahwa bukanlah yang dimaksudkan ‘laa syai-a’ tidak ada pahala sama sekali baginya namun yang dimaksudkan tidak berpahala sebagaimana pahala yang didapatkan oleh orang yang shalat berjamaah di masjid yaitu dilipat gandakan 25 atau 27 kali. Oleh karena itu yang benar, boleh dan sah shalat jenazah di masjid sebagaimana pendapat Imam Syafi’i dan inilah pendapat mayoritas ulama.

  5. Tidak boleh duduk di pusara makam baik kubur muslim atau kubur non muslim karena larangan dalam hal ini bersifat mutlak.
  6. Boleh ziarah kubur non muslim sekedar untuk mengingat akherat, tanpa mendoakannya. Jadi untuk kepentingan zair, orang yang berziarah bukan untuk mazur, yang dikunjungi.
  7. Cara satu-satunya di masa silam untuk menyimpan daging hewan kurban adalah dengan menjadikannya sebagai dendeng.
  8. Shahabat Nabi Buraidah bin Hushayyib punya dua anak laki-laki yaitu Abdullah dan Sulaiman. Abdullah dipakai oleh Kutubus Sittah kecuali Al Bukhari. Sulaiman juga hanya dipakai oleh Muslim tanpa Bukhari. Yang jelas keduanya adalah perawi yang tsiqah.
  9. Ahli maksiat yang meninggal dunia, hendaknya orang-orang yang berpengaruh di masyarakat tidak menshalati jenazahnya.
  10. Kitab al Janaiz’ bukan ‘Kitab Shalat Janaiz’ karena isinya bukan hanya tentang shalat jenazah namun juga mencakup talqin orang yang sedang sakaratul maut, mandikan jenazah dll. Kitab al Janaiz adalah bab terakhir dalam Shahih Muslim yang terkait dengan bahasan shalat dilanjutkan dengan ‘kitab zakat’.
  11. 1 wasaq = 60 sha’. 1 sha’=3 Kg. Nishab perak adalah 200 dirham=595 gram perak.
  12. Zakat harta boleh disebut shadaqah.
  13. Tidak ada zakat dalam sayur mayur, semangka dan sejenisnya. Hasil pertanian yang kena zakat adalah yang awet disimpan dan dijadikan makanan pengenyang atau quut.
  14. Tho’am dalam hadits Abu Said al Khudri mengenai zakat fitri maksudnya adalah gandum.
  15. Hadits yang paling lengkap menceritakan jenis makanan yang digunakan untuk pembayaran zakat fitri adalah hadits Abu Said al Khudri, ada lima jenis makanan yaitu kirma, burr, sya’ir, kismis dan keju.
  16. Perintah yang ditujukan kepada pemilik onta untuk bersedekah dengan susu onta miliknya adalah perintah anjuran atau kewajiban sebelum diwajibkannya zakat hewan ternak.
  17. Lahan pertanian yang pengairannya bercampur antara tadah hujan dan air sumur yang perlu biaya untuk mengambilnya maka tolak ukur besaran zakat yang wajib dikeluarkan adalah mengacu kepada yang lebih dominan

Disusun oleh Ust. Aris Munandar

Artikel Muslim.Or.Id

🔍 Uluhiyah, Materi Tentang Aqidah, Kebesaran Allah Di Alam Semesta, Pengertian Khalwat


Artikel asli: https://muslim.or.id/23396-fawaid-dari-kajian-shahih-muslim-bersama-syaikh-abdulmuhsin-al-abbad.html